Bulukumba,DNID.co.id — Di tengah komitmen menjaga kelestarian hutan lindung adat, pemangku adat Ammatoa Kajang saat ini tengah menghadapi gugatan hukum yang berkaitan dengan kewenangan dan sikapnya dalam melindungi kawasan hutan adat di wilayah Kajang, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Gugatan tersebut mencuat di saat masyarakat adat Ammatoa konsisten mempertahankan hak dan nilai-nilai adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.
Bagi masyarakat Kajang, hutan adat bukan sekadar kawasan ekologis, melainkan ruang hidup yang menyatu dengan identitas, spiritualitas, dan tatanan sosial mereka. Pengelolaan hutan berlandaskan pasang ri kajang—amanat leluhur yang mengatur hubungan manusia dengan alam—serta prinsip hidup kamase-masea (kesederhanaan) yang menolak eksploitasi berlebihan terhadap sumber daya alam.
Akbar Umar Hasan selaku ketua HIPERMATA Komisariat UNM (Himpunan Pelajar Mahasiswa Takalar) turut prihatin atas hal itu.
“Langkah menggugat pemangku adat Ammatoa patut disayangkan. Di saat dunia menghadapi krisis lingkungan, kearifan lokal yang terbukti menjaga hutan justru dipersoalkan secara hukum,”
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Sikap tegas Ammatoa dalam menolak perambahan, alih fungsi lahan, dan aktivitas yang berpotensi merusak hutan lindung inilah yang kemudian berujung pada sengketa hukum. Gugatan terhadap pemangku adat dinilai mencerminkan tarik-menarik kepentingan antara perlindungan lingkungan berbasis kearifan lokal dengan kepentingan lain yang memandang hutan semata sebagai komoditas ekonomi.
Secara konstitusional, posisi masyarakat adat Ammatoa memiliki dasar hukum yang kuat. Pasal 18B ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat. Selain itu, Pasal 28H ayat (1) menjamin hak setiap orang atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, serta Pasal 33 ayat (3) menegaskan bahwa bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
Di tingkat daerah, pengakuan tersebut diperjelas melalui Peraturan Daerah Kabupaten Bulukumba Nomor 9 Tahun 2015 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat Ammatoa Kajang. Perda ini mengakui keberadaan masyarakat adat Ammatoa beserta wilayah adatnya, termasuk hutan adat, serta menjamin hak pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku.
” Ammatoa bukan sekedar pemimpin adat, melainkan penjaga ekosistem dan menjaga hutan tetap lestari. Menggugat ammatoa merupakan langkah yang sangat amat disayangkan, sama halnya mematikan sosok penjaga paru – paru dunia.” tegasnya.
Masyarakat adat Ammatoa berharap proses hukum dapat berjalan secara adil dan objektif, dengan mempertimbangkan nilai adat, aspek lingkungan, serta kerangka hukum yang berlaku. Perlindungan terhadap Ammatoa dan hutan adatnya dipandang sebagai bagian dari upaya menjaga keseimbangan alam, keadilan sosial, dan warisan budaya bangsa di tengah tantangan pembangunan.
Editor : Kingzhie
Sumber Berita : Rilis HIPERMATA





























