BeritaQ.com, Surabaya ~ Sungguh sangat memalukan Rapat Anggota Tahunan (RAT) Koperasi Dadi Rukun yang menaungi Pasar Semolowaru Surabaya diwarnai keributan, saat Camat Sukolilo Amalia Kurniawati, S.Sos Msi yang datang diiringi Satpol PP hendak mengganti absensi pada hari Jum’at 18/09/20 kehadiran anggota Koperasi dengan daftar nama paguyuban.
“Miko Saleh Selaku Ketua Umum Lembaga Anti Korupsi East Java Coruption And Judicial Watch Organization (ECJWO) mempertanyakan paguyuban yang baru muncul dan dibentuk serta tidak punya kedudukan hukum sehingga tidak boleh mengelola pasar karena tidak punya ijin dari Kemenkumham, sedangkan Koperasi sudah memiliki ijin sesuai administrasi, ada apakah dengan Camat Sukolilo?”
Ungkap Abah Miko Ketua ECJWO saat mengatakan, Sangat disayangkan Padahal Pasar Semolowaru sudah saatnya jadi PAD Kota Surabaya, karena ijinnya harus sewa ke Pemkot dan nantinya menjadi bagian dari PD. Pasar Kota Surabaya yang akan mengelola.
Dikatakannya, “Proses Kejaksaan hanya dibuat tarik ulur untuk ikut andil agar Pasar Semolowaru dijadikan ATM oknum yang ikut jaringan masif birokrasi pemerintahan.” Selasa (22/09/20)
Miko pun mengirimkan video rekaman melalui Whatsapp mengenai keributan yang terjadi antara pedagang Pasar Semolowaru dengan Camat Sukolilo.
Dalam video tersebut, “Nampak Camat Amalia juga sempat melarang tim dokumentasi ECJWO merekam video di lokasi pasar yang luasnya 2.671 meter persegi dan memiliki Stand sebanyak 289 diatas lahan Pemkot Surabaya.”
Nampaknya ada yang kurang beres di lingkup pasar tersebut hingga ada larangan Gak usah pakai di suting matikan mas, geramnya.
“Sebelumnya, pedagang di Pasar Semolowaru melayangkan surat protes soal pengelolaan pasar ke Wali Kota Surabaya. Mereka merasa diintimidasi pengelola pasar yang dikelola Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (LPMK) Semolowaru, Sukolilo.”
Beberapa pedagang protes melayangkan surat lantaran pedagang merasa keberatan dengan tarif yang terus naik. Kami ingin kejelasan nasib kami.
“Pemkot Surabaya harus segera turun tangan untuk menyelesaikan urusan Pasar Semolowaru dan mengganti pengurus pasar yang tidak bagus kinerjanya,” tambahnya.
Abah Miko memaparkan, Di samping itu operasional pasar dinilai tidak transparan. Ketua Umum East Java Coruption And Judicial Watch Organization (ECJWO) diganti.
“Pasar tersebut awalnya dikelola LPMK Semolowaru periode 2016-2019. Namun, pada masa pergantian LPMK periode 2020-2024, pengelolaan pasar tidak serta merta berpindah tangan ke pengurus baru. Selain itu, penarikan retribusi ke pedagang dilakukan oleh pihak LPMK Semolowaru sebagai pengelola pasar.”
Hingga sekarang, belum ada kerja sama antara LPMK Semolowaru dan Pemkot Surabaya soal perjanjian sewa. “Kalau memang ingin ada ikatan hukum, harus ada badan hukum yang dibentuk. Contohnya, seperti Koperasi, tuturnya.
Hal tersebut sempat menjadi temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Ditemukan aset Pemkot berupa tanah yang digunakan untuk aktivitas usaha. Namun, tidak ada ikatan hukum yang mendasari hal tersebut.
“Jika pribadi atau badan usaha yang menyewa, tarif yang dikenakan 100 persen. Namun, jika penyewa merupakan koperasi, mereka mendapat diskon. Mereka hanya perlu membayar 40 persen dari harga sewa yang disepakati dan Koperasi tersebut terbentuk juga disahkan pada Tanggal 19 Juli 2019.”
LPMK periode lama memang membentuk koperasi, dengan melibatkan semua pedagang juga disaksikan oleh Dinas Koperasi, Camat Sukolilo, Lurah Semolowaru, Notaris Khusus Koperasi, Bimas, Babinsa, Satpol PP, Linmas, Tokoh Masyarakat, Tokoh Agama, Ketua RW 1 s/d 12 Kelurahan Semolowaru dan seluruh Pedagang Pasar Semolowaru. (NHC)