Penggunaan galian C dari tambang berstatus IUP eksplorasi berpotensi melanggar UU Minerba, pemalsuan dokumen, hingga tindak pidana korupsi yang menyeret kontraktor dan pejabat proyek.
Gowa, Dnid.co.id. — Jumat (19/12/2025) Proyek pembangunan Bendungan Jenelata di Kecamatan Manuju, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, kembali menuai sorotan tajam.
Proyek strategis nasional bernilai Rp4,15 triliun yang dibiayai penuh melalui APBN ini diduga kuat menggunakan material galian C dari tambang ilegal, sekaligus disinyalir melibatkan manipulasi dokumen proyek.
Bendungan Jenelata dikerjakan oleh konsorsium tiga raksasa konstruksi, yakni China CAMC Engineering (CAMCE), PT Wijaya Karya (WIKA), dan PT Adhi Karya (ADHI).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO RESUME CONTENT
Kontrak proyek diteken pada Juni 2022, disusul peletakan batu pertama pada Desember 2023. Awalnya ditargetkan rampung pada 2025, namun pelaksanaan proyek kini molor hingga April 2028.
Hasil penelusuran di lapangan mengindikasikan bahwa material galian C yang digunakan dalam pembangunan bendungan diduga kuat berasal dari CV Gowa Zabumi Perkasa, sebuah perusahaan tambang yang hanya mengantongi IUP Eksplorasi dan belum memiliki IUP Operasi Produksi sebagaimana diwajibkan regulasi pertambangan.
Ironisnya, dalam dokumen laporan administrasi proyek, material tersebut dilaporkan seolah-olah berasal dari CV Hikma Jaya, perusahaan tambang yang telah mengantongi izin lengkap.
Perbedaan antara data administratif dan kondisi faktual di lapangan inilah yang memicu dugaan serius adanya rekayasa sumber material.
Pengangkutan material dari CV Gowa Zabumi Perkasa disebut dilakukan tanpa dokumen resmi, seperti Surat Pengantar Tonase (SPT) atau Delivery Order (DO) yang sah.
Padahal, dokumen tersebut merupakan syarat mutlak dalam setiap transaksi dan pengangkutan material tambang.
Praktik tersebut berpotensi melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam aturan itu, aktivitas penambangan tanpa izin operasi produksi dapat dijerat pidana penjara hingga 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.
Lebih jauh, dugaan manipulasi dokumen semakin menguat setelah ditemukan bahwa laporan proyek mencantumkan Delivery Order dari CV Hikma Jaya, sementara material fisik di lapangan diduga berasal dari tambang yang masih berstatus eksplorasi.
Jika terbukti, tindakan ini dapat masuk kategori pemalsuan dokumen sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP, dengan ancaman pidana penjara hingga 6 tahun.
Bahkan, apabila penggunaan material ilegal tersebut terbukti menimbulkan kerugian negara, maka perkara ini berpotensi berkembang menjadi tindak pidana korupsi.
Penggunaan material tambang yang tidak legal dan tidak teruji mutu berpotensi membawa dampak serius terhadap keselamatan struktur bendungan.
Material yang tidak melalui uji kualitas berisiko menyebabkan retakan, penurunan stabilitas konstruksi, hingga kegagalan bangunan di masa depan.
Dampak terburuknya, kegagalan struktur bendungan dapat mengancam keselamatan warga di wilayah hilir aliran, sekaligus berpotensi menimbulkan kerugian negara sebagaimana diatur dalam regulasi LKPP dan UU Tindak Pidana Korupsi.
Jika dugaan ini terkonfirmasi, pihak kontraktor pelaksana berpotensi dijerat berlapis sanksi hukum, antara lain:
Pidana Minerba (penambangan tanpa izin)
Pidana pemalsuan dokumen
Pidana korupsi, bila terbukti merugikan keuangan negara
Pemutusan kontrak proyek
Blacklist dari proyek pemerintah
Tak hanya kontraktor, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP), serta konsultan pengawas proyek juga berpotensi terseret apabila terbukti mengetahui atau membiarkan penggunaan material ilegal tersebut.
Seorang pengawas tambang dari CV Gowa Zabumi Perkasa, yang perusahaannya belum memiliki IUP Operasi Produksi, membenarkan adanya aktivitas pengangkutan material untuk proyek Bendungan Jenelata.
Ia mengungkapkan, setiap hari sedikitnya delapan unit kendaraan terdiri dari lima mobil Dyna dan tiga truk Fuso mengangkut batu sungai berukuran besar dari lokasi tambang.
“Hari ini saja ada 5 mobil Dyna dan 3 Fuso masuk. Ini tiap hari menyuplai Mr. Cang (WNA) yang terlibat di lapangan, dan H. Bantang,” ujarnya.
Pengakuan serupa juga disampaikan oleh pemilik CV Gowa Zabumi Perkasa. Ia mengakui bahwa pihaknya memang menyuplai material kepada seseorang bernama Mr. Cang, yang disebut-sebut berada di lapangan sebagai perwakilan pihak proyek.
“Mr. Cang sering ke lokasi. Pembayarannya sistem mingguan. Nota setiap pengambilan material dikumpulkan, nanti dihitung berapa truk yang masuk dalam seminggu,” ungkapnya.
Penulis : Ricky
Sumber Berita : Investigasi lapangan





























